Alasan mengapa Jakarta jadi kota termacet sedunia



Beberapa waktu lalu menjadi ramai pemberitaaan diberbagai media elektronik maupun media sosial yang menyebutkan pendampukan kota Jakarta sebagai kota termacet sedunia.Keresahan tersebut diawali oleh sebuah survei salah satu produsen pelumas kendaraan yang menggunakan tehnologi GPS dengan menghitung jumlah maju dan berhenti tiap-tiap kendaraan pada jarak kilometer pertahunnya dibeberapa kota besar didunia.Hasilnya Jakarta menduduki ranking teratas dengan jumlah skor terbanyak sekitar 33.240 proses maju dan berhenti.Tidak ketinggalan kota lain diIndonesia yang masuk dalam predikat kota termacet adalah Surabaya yang berada pada urutan ke 4 dalam survey ini.

kedengarannya memang bukan prestasi yang patut dirayakan,namun juga bukan sesuatu yang mengejutkan,mengingat jika dilihat kenyataan kebelakang isu kemacetan yang kerap melanda ibu kota  merupakan indentik dari gambaran yang sulit dihilangkan dari kota yang dijuluki ‘’big durian’’ ini.Ditambah bencana banjir yang melanda setiap tahunnya membuat permasalahan-permasalahan ini  ibarat kutukan yang tidak dapat dilepaskan dari kota Jakarta.

Memang setiap kampanye pemilihan kepala daerah isu ini kerap menjadi topik yang paling krusial untuk selalu dibahas,namun masalahnya sampai detik ini belum ada satu pemimpinpun yang mampu membawa Jakarta memenangkan pertarungan sengit melawan musuh-musuh legendarisnya seperti kemacetan dan banjir.Bahkan semakin lama keadaannya malah cenderung semakin memprihatikan saja.

Salah satu penyebab mengapa kemacetan semakin parah melanda Jakarta adalah  ketimpangan antara kapasitas jalan raya dengan jumlah volume kendaraan yang beredar diJakarta.Menurut data yang dikeluarkan melalui badan direktori lalu lintas Polda metro Jaya,setiap hari terdapat sekitar 5.500 sampai 6000 unit kendaraan baru yang akan menjejali jalan-jalan diibukota.Sayangnya hal ini kemudian tidak lantas diimbangi dengan pertumbuhan jalan raya dimana pembangunan jalan raya hanya  berkisar antara 0,01 persen pertahunnya saja.

Sebenarnya banyak cara sudah ditempuh pemerintah provinsi DKI Jakarta guna mengurangi jumlah kendaraan yang memadati jalan raya.Salah satunya adalah dengan menerapkan kebijakan tiga penumpang per kendaraannya pada jam tertentu dijalur tertentu atau yang disebut dengan jalur 3 in 1.Namun karena kemudahan dan kelonggaran memanipulasi kebijakan ini membuat program 3 in 1 tidak trlalu berpengaruh dalam mengurangi kemacetan diJakarta.

Proyek peluncuran armada TransJakarta pada awal tahun 2007 juga merupakan salah satu terobosan pemerintah kota dalam mengurangi kemacetan yang semakin melanda.Dengan dibangunnya jalur khusus yang hanya boleh dilalui oleh armada transJakarta diharapkan memicu kesadaran masyarakat untuk meninggalkan kendaraan pribadinya kemudian beralih menggunakan angkutan massal yang nyaman dan modern ini.Sayangnya karena ketidak sempurnaan program tranjakarta yang dibangun jauh dari keseriusan untuk memajukan sistem angkutan massal ibukota membuat program transJakarta tidak terlalu manjur mengatasi kemacetan yang membelit Jakarta.

Satu hal yang patut disayangkan adalah jika dahulu saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta presiden Joko widodo tidak menyetujui program penjualan mobil murah ramah lingkungan atau disingkat LCGC,kini justru menyetujui program tersebut dengan alasan demi melindungi industri otomotive dalam negeri dalam menghadapi persaingan era pasar bebas nanti.Akibatnya dirasakan gempuran mobil-mobil baru yang akan terus menjejali jalan-jalan dikota besar Indonesia,khususnya Jakarta.

Indikasi ini dapat dilihat jika beberapa dekade lalu kemacetan hanya terjadi dijalan protokol yang penting dan sibuk saja,kini kemacetan telah menjalar sampai kepelosok jalan alternative atau disebut jalan tikus yang terdapat diJakarta.Jalan-jalan tikus yang awalnya dibangun tapa perencanaa yang baik dengan hanya menyisakan dua jalur kendaraan yang dapat melintas akhirnya tidak sanggup menampung semakin membludaknya kendaraan yang ada pada jam-jam sibuk.Hal ini disebabkan oleh kemampuan daya beli masyarakat serta kemudahan dalam mengajukan kredit kendaraan sehingga semakin banyak kendaraan yang terdapat digarasi warga Jakarta.

Melihat trend ini arasany sangat sulit sekali mengharapkan Jakarta akan terbebas dari kemacetan.Jika pola pikir dan budaya masyarakatnya sendiri belum berubah.Sebab bagi kebanyakan warga Jakarta,menggunakan kendaraan pribadi sudah bukan lagi berbicara tentang kebutuhan namun merupakan gaya hidup.Akibatnya masyarakat berlomba memenuhi keinginan yang bersikap apatis serta  tidak peduli terhadap isu kemacetan yang sedang mendera kota Jakarta.Kemacetan selalu dipandang sebuah konsekwensi dari kota besar yang sibuk.Dan tidak memikirkan bagaimana mencari jalan keluar bersama, bahkan cenderung memberi toleransi.

Nampaknya berharap supaya kemacetan tidak lagi terjadi diJakarta adalah dengan menunggu titik jenuh masyarakatnya dimana pola pikir mereka telah berubah dengan tidak lagi melihat kendaraan pribadi sebagai gaya hidup namun hanya sebagai kebutuhan saja.Sehingga akan timbul kesadaran masyarakat dimana setiap asap kendaraan yang dihasilkan oleh tiap pembakaran kendaraan merupakan bencana yang dapat mencemari udara.Dengan begitu kesadaran akan tumbuh saat mereka mulai berangsur-angsur meninggalkan kendaraan pribadinya digarasi rumah dan beralih menggunakan angkutan massal.Tinggal melihat bagaimana ketanggapan pemerintah menangkap ini dengan menyediakan sistem transportasi yang baik seperti kota-kota dinegara tetangga.Entah kapan hal ini dapat terjadi diJakarta.




0 Response to "Alasan mengapa Jakarta jadi kota termacet sedunia"

Posting Komentar